Bagimu, Saudaraku

Mari memaknai rasa sakit, saat kau mulai kehilangan hafalan Al-Qur'an. Ini kisah tentangmu, karena kesibukan dunia. Karena jarangnya muroja'ah dan mulai tak peduli lagi terhadap Al-Qur'an. 

Bagaimana rasanya saat Al-Qur'an diperdengarkan di masjid dan kau masih merasa bahwa ayat masih terhafal. Tapi, tak bisa lagi kau eja dengan baik dan benar.

Bagaimana rasanya saat orang-orang menyandangkan gelar "Penghafal Qur'an" kepadamu. Tanpa mereka tahu, bahwa hafalanmu telah lama pergi tak tersisa kecuali hanya sebagian kecil.

Bagaimana rasanya bertemu dengan ayat-ayat yang pernah kau dengungkan dengan hafalan kuat dahulu. Kini saat membacanya seperti menghafal kembali. 

Dalihnya sama, "Aku tidak punya waktu untuk muroja'ah hafalan Qur'an karena sibuk belajar ilmu lain, sibuk urusan duniaku". 

Apakah kau tidak tersindir dengan mereka yang lebih sibuk darimu? Apakah kau tak merasa malu dengan anak-anak kecil yang belum sempurna mengetahui faedah Al-Qur'an. Namun mereka mati-matian menjaga hafalannya, mereka selalu riang mengulangi apa yang dihafalnya.

Sebenarnya yang ingin wafat dengan Al-Qur'an itu siapa? Engkau bukan?

Lalu kenapa kau selalu berdalih tak ada waktu untuk muroja'ah? Padahal wafat bisa terjadi kapan saja.

Sadarlah, sodaraku. Bukankah kau tau wejangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

الْمُؤْمِنُ الَّذِى يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَعْمَلُ بِهِ كَالأُتْرُجَّةِ ، طَعْمُهَا طَيِّبٌ وَرِيحُهَا طَيِّبٌ ، وَالْمُؤْمِنُ الَّذِى لاَ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَعْمَلُ بِهِ كَالتَّمْرَةِ ، طَعْمُهَا طَيِّبٌ وَلاَ رِيحَ لَهَا ، وَمَثَلُ الْمُنَافِقِ الَّذِى يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَالرَّيْحَانَةِ ، رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ ، وَمَثَلُ الْمُنَافِقِ الَّذِى لاَ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَالْحَنْظَلَةِ ، طَعْمُهَا مُرٌّ – أَوْ خَبِيثٌ – وَرِيحُهَا مُرٌّ

“Permisalan orang yang membaca Al Qur’an dan mengamalkannya adalah bagaikan buah utrujah, rasa dan baunya enak. Orang mukmin yang tidak membaca Al Qur’an dan mengamalkannya adalah bagaikan buah kurma, rasanya enak namun tidak beraroma. Orang munafik yang membaca Al Qur’an adalah bagaikan royhanah, baunya menyenangkan namun rasanya pahit. Dan orang munafik yang tidak membaca Al Qur’an bagaikan hanzholah, rasa dan baunya pahit dan tidak enak.”_ (HR. Bukhari no. 5059).

Al Khotib Al Baghdadi berkata, “Selayaknya bagi setiap penuntut ilmu memulai dari menghafalkan Al Qur’an. Karena Al Qur’an adalah ilmu yang paling mulia dan yang paling pantas didahulukan.” (Al Jaami’ li Akhlaaqir Rowi wa Li Aadabis Saami’)

Hafalan bagi penuntut ilmu sangat dibutuhkan. Ilmu di dalam hati tentu lebih baik dari ilmu dalam kitab. Dengan hafalan Al Qur’an atau hadits, seorang penuntut ilmu dapat mengambil faedah di mana pun ia berada tanpa mesti memikul banyak kitab. Di antara cara yang paling bagus untuk menguatkan hafalan adalah dengan mengamalkan ilmu yang telah dihafal.

Sufyan Ats Tsauri berkata, “Ilmu semakin kuat di benak jika diamalkan. Jika tidak, ilmu itu lambat laun akan hilang.”

Sodaraku ...

Sesungguhnya menghafalkan Al-Qur-an bukan merupakan kewajiban atas seorang penuntut ilmu, tetapi hafalannya adalah kunci menuju jalan hafalan dan pemahaman.

Sodaraku ...

Berikut beberapa hal yang dapat membantu se-orang penuntut ilmu dalam menghafal Al-Qur-an:

1. Berdo’a kepada Allah Ta’ala dengan ikhlas agar diberikan kemudahan dalam menghafalkan Al-Qur-an. Hendaklah menghafal Al-Qur-an dilakukan dengan ikhlas semata-mata mencari keridhaan Allah Ta’ala.

2. Memperdengarkan semampunya ayat-ayat yang telah dihafalnya kepada seorang qari’ yang baik bacaan dan hafalannya.

3. Mengulang-ngulang ayat yang telah dihafal secara terjadwal dan berusaha untuk disiplin.

4. Menggunakan satu mushaf Al-Qur-an agar dapat menguatkan hafalan.

5. Mengulang-ngulang ayat yang dihafal sepuluh kali/dua puluh kali -boleh juga lebih- dengan berdiri, duduk, dan berjalan.

6. Membaca ayat-ayat yang baru dihafalkan dalam shalat karena dapat lebih melekatkan hafalan.

7. Membaca terjemah dan tafsir ayat yang telah dihafalkan.

8. Menjauhi dosa dan maksiyat.

Imam adh-Dhahhak (wafat th. 102 H) rahimahullaah mengatakan, “Tidaklah seseorang mempelajari Al-Qur-an kemudian ia lupa, melainkan disebabkan dosa.” Beliau lalu membaca firman Allah,

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ

“Dan musibah apapun yang menimpa kamu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu).” [Asy-Syuura: 30]

Kemudian beliau melanjutkan, “Musibah apakah yang lebih besar daripada melupakan al-Qur-an?” [Mukhtashar Qiyaamul Lail (hal. 162), dinukil dari kitab Ma’aalim fii Thariiq Thalabil ‘Ilmi (hal. 200)].

Jundub bin ‘Abdullah bin Sufyan al-Bajali (wafat antara th. 60-70 H) radhiyallaahu ‘anhu pernah berwasiat, “Aku berwasiat kepada kalian, hendaklah bertakwa kepada Allah. Aku juga berwasiat kepada kalian agar selalu (membaca dan menghayati) kandungan Al-Qur-an karena ia adalah cahaya di malam yang kelam dan petunjuk di siang yang terang. Ketahuilah bahwa Al-Qur-an bisa menyebabkan kamu meraih sesuatu yang nilainya sangat tinggi". [Siyar A’laamin Nubalaa’ (III/174)]

Sodaraku ...

Bukankah Al-Qur’an adalah kekasih hati yang paling setia, yang selalu mengingatkan dan menguatkan.

Bila kita ingin Allah menjaga hati kita dengan Qur’an maka jangan kita biarkan sekali-kali hati kita lepas dari Qur’an. Maka sungguh merugilah bagi siapa yang tidak berusaha dan tidak mencintai Al-Qur’an. 

Dan teramat merugilah siapapun yang dikaruniai masa muda yang tidak digunakan untuk berjuang membersamai Al-Qur’an.

Kembalilah ... Muroja'ahlah ...

Sungguh benar jika ada ungkapan “Siapa yang menjaga Al-Qur’an maka Qur’an akan menjaganya. Akan sangat terasa dihari-hari kita, ketika waktu kita untuk Qur’an sangat kurang akan memiliki efek yang berat dan besar pada hati kita pada aktivitas seharian kita. Seakan-akan waktu itu banyak yang bocor, banyak kita gunakan kepada hal-hal yang tidak penting. Seiring dengan sedikitnya waktu kita bersam Al-Qur’an. Sebab jika kita diibaratkan berada dalam medan perang, Al-Qur’an dan zikir itu ibaratkan sebuah senjata dan perisai.

Selama kita menggenggam Al-Qur’an, selama kita benar-benar memperhatikan Al-Qur’an mengisi waktu-waktu kita dengan Al-Qur’an maka kita akan aman dari bisikan-bisikan maksiat dan bisikan-bisikan syaithon. Sebaliknya ketika kita lepas dari Qur’an lepas pula tameng kita perisai kita yang melekat pada tubuh dan hati kita. Sehingga kita akan mudah dirasuki dan dimasuki kejahatan


bisikan-bisikan syaithon dan kesia-siaan”.


Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url