Individualistis?
الفردية بين الصحيح والخطأ
Individualisme antara yang benar dan keliru
Sikap individualis terkadang benar dalam keadaan tertentu dan terkadang keliru dalam keadaan yang lain.
Keadaan yang benar –wallahu a’lam- adalah dalam beberapa keadaan berikut:
1. Ketika dia tidak peduli atas celaan orang lain saat dirinya telah berada di atas yang hak (benar)
2. Ketika dia tidak peduli atas celaan orang lain karena dia lebih mengutamakan keridhaan Allah daripada keridhaan manusia.
3. Saat dirinya lebih melihat kekurangan dan aib dirinya daripada melihat aib orang lain.
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ لَا يَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk. hanya kepada Allah kamu kembali semuanya, maka Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan". (Qs. Al Maidah: 105)
Akan tetapi ayat ini tidaklah berarti bahwa orang lain kemudian tidak disuruh berbuat yang ma'ruf dan dicegah dari yang munkar.
Amr ma'ruf dan nahi munkar menjadi tidak wajib adalah ketika nasihat sudah tidak diterima dan tidak bermanfaat (lihat surat Al A'laa: 9)
Karena kondisi sudah berubah, misalnya masing-masing orang bangga dengan pendapat dan sikapnya, kekikiran ditaati oleh manusia, dunia diutamakan, hawa nafsu diperturutkan, dan masing-masing manusia bangga dengan pendapatnya, sehingga amr ma'ruf tidak dipedulikan lagi. Akan tetapi, tetap beramr ma'ruf dan bernahi munkar adalah lebih utama.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Qais bin Abi Hazim ia berkata, “Abu Bakar radhiyallahu 'anhu pernah berdiri memuji Allah dan menyanjung-Nya, kemudian berkata, "Wahai manusia, sesungguhnya kalian membaca ayat ini, "Wahai orang-orang yang beriman! Jagalah dirimu; (karena) orang yang sesat itu tidak akan membahayakanmu apabila kamu telah mendapat petunjuk." (Terj. QS. Al Ma'idah: 105) dan sesungguhnya kalian telah menempatkan bukan pada tempatnya. Sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوْا الْمُنْكَرَ فَلَمْ يُغيِّرُوهُ، أَوْشَكَ أَنْ يَعُمَّهُمُ اللهُ بِعِقَابِهِ
"Sesungguhnya manusia apabila melihat kemungkaran tetapi tidak merubahnya, maka dalam waktu dekat Allah akan menurunkan siksa kepada mereka secara merata." (Pentahqiq Musnad Ahmad berkata, "Isnadnya shahih sesuai syarat dua syaikh (Bukhari dan Muslim)."((Minnatur Rahman tafsir surah Al Maidah: 105 oleh penulis)
Contoh sikap individualis yang benar adalah seperti yang disampaikan oleh Ibrahim bin Adham rahimahullah berikut
مالي وللناس
كنت في بطن أمي وحدي
و خرجت إلى الدنيا وحدي
و أموت وحدي
و أدخل قبري وحدي
و أُسألُ وحدي
و أُبعث من قبري وحدي
و أُحاسب وحدي
فإن دخلت الجنة دخلت وحدي
و إن دخلت النار دخلت وحدي
ففي هذه المواطن لا ينفعني أحد
فمالي و للناس
إبراهيم بن أدهم رحمه الله
“Apa urusanku dengan manusia! Dahulu aku di perut ibuku sendiri, keluar ke dunia sendiri. Aku mati sendiri dan dimasukkan ke dalam kubur sendiri. Aku akan ditanya sendiri. Aku akan dibangkitkan dari kubur senndiri. Aku akan dihisab sendiri. Jika aku masuk surga, maka aku akan masuk surga sendiri. Jika aku masuk neraka, maka aku akan masuk neraka sendiri. Di tempat-tempat ini tidak ada seorang pun yang memberi manfaat kepadaku, maka apa urusanku dengan manusia!”
Adapun contoh sikap individualis yang keliru adalah
1. Ketika lebih mementingkan diri sendiri dalam urusan dunia (egois atau ananiyyah)
2. Tidak mau bergaul dengan orang lain,
3. Tidak peduli dengan orang lain
4. Mengurung diri,
5. Tidak mau beramar ma'ruf dan bernahi munkar, dsb.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«المُسْلِمُ إِذَا كَانَ يُخَالِطُ النَّاسَ وَيَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ خَيْرٌ مِنَ المُسْلِمِ الَّذِي لَا يُخَالِطُ النَّاسَ وَلَا يَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ»
Orang muslim yang mau bergaul dengan orang lain dan sabar terhadap gangguan mereka lebih baik daripada muslim yang tidak mau bergaul dengan manusia dan tidak sabar dengan gangguan mereka. “ (Hr. Tirmidzi dan Ibnu Majah, lafaz ini lafaz Tirmidzi, dishahihkan oleh Al Albani)
Imam Nawawi membuat bab khusus dalam Riyadhus Salihin tentang keutamaan bergaul bersama orang lain dengan sikap sabar,
بَابٌ فَضْلُ الْاِخْتِلاَطِ بِالنَّاسِ وَحُضُوْرِ جُمَعِهِمْ وَجَمَاعَاتِهِمْ وَمَشَاهِدِ الْخَيْرِ وَمَجَالِسِ الذِّكْرِ مَعَهُمْ وَعِيَادَةِ مَرِيْضِهِمْ وَحُضُوْرِ جَنَائِزِهِمْ وَمُوَاسَاةِ مُحْتَاجِهِمْ وَإِرْشَادِ جَاهِلِهِمْ وَغَيْرِ ذَلِكَ مِنْ مَصَالِحِهِمْ لِمَنْ قَدَرَ عَلَى الْأَمْرِ بِالْمَعْرُوْفِ وَالنَّهْيِ عَنِ الْمُنْكَرِ وَقَمَعَ نَفْسَهُ عَنِ الْإِيْذاَءِ وَصَبَرَ عَلَى الْأَذَى.
اِعْلَمْ أَنَّ الْاِخْتِلاَطَ بِالنَّاسِ عَلَى الْوَجْهِ الَّذِيْ ذَكَرْتُهُ هُوَ الْمُخْتَارُ الَّذِي كَانَ عَلَيْهِ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَسَائِرُ الْأَنْبِيَاءِ صَلَوَاتُ اللَّهِ وَسَلاَمُهُ عَلَيْهِمْ ، وَكَذَلِكَ الْخُلَفَاءُ الرَّاشِدُوْنَ ، وَمَنْ بَعْدَهُمْ مِنَ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ ، وَمَنْ بَعْدَهُمْ مِنْ عُلَمَاءِِ الْمُسْلِمِيْنَ وَأَخْيَارِهِمْ ، وَهُوَ مَذْهَبُ أَكْثَرِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ بَعْدَهُمْ ، وَبِهِ قَالَ الشَّافِعِيُّ وَأَحْمَدُ ، وأَكْثَرُ الفُقَهَاءِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ أَجْمَعِيْنَ . قَالَ تَعَالَى : { وتَعاونُوا عَلى البِرِ والتَّقْوَِى } [ المائدة : 2 ] وَالْآيَاتُ فِي مَعْنَى مَا ذَكَرْتُهُ كَثِيْرَةٌ مَعْلُوْمَةٌ .
Bab tentang keutamaan bergaul dengan orang lain, ikut menghadiri shalat Jum’at dan jama’ah serta musim-musim kebaikan, juga keutamaan menghadiri majlis ilmu bersama mereka, menjenguk orang yang sakit, menghadiri jenazahnya, membantu orang yang butuh, membimbing orang yang tidak mengerti dsb.
Bagi orang yang sekiranya mampu beramr ma’ruf dan bernahy mungkar, mampu menahan dirinya dari mengganggu orang lain dan mampu bersabar terhadap gangguan.
Imam Nawawi kemudian melanjutkan kata-katanya, “Ketahuilah, bahwa bergaul dengan orang-orang seperti yang aku sebutkan inilah yang terpilih, dan ini pula yang ditempuh oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, para nabi shalawatullah wa salaamuhu ‘alaihim, juga para khulafaur raasyidin, serta orang-orang setelah mereka dari kalangan para sahabat, tabi’in, ulama kaum muslimin setelah mereka dan orang-orang pilihan.
Ini pula madzhab kebanyakan tabi’in dan orang-orang setelah mereka, dan ini pula yang dipegang oleh Imam Syafi’i, Ahmad serta kebanyakan para fuqaha’ radhiyallahu 'anhum ajma’iin. Allah Ta’ala berfirman:
“Tolong-menolonglah dalam kebaikan dan ketakwaan.” (Al Maa’idah: 2)
Ayat lain yang semakna dengan maksud yang saya sebutkan banyak dan sudah maklum.”
Dengan demikian, bergaul dan bermasyarakat adalah lebih baik daripada menyendiri agar dia dapat membimbing, memberikan masukan dan mengarahkan masyarakat, tentunya bergaul secara tidak berlebihan yang sampai melupakan hak diri dan keluarga.
Barokaalloh fikum.